Thursday, May 15, 2014

KPD Riza A


Ketuban Pecah Dini

 

oleh: Riza Amriyati


Ketuban pacah dini atau sponkaneous/ early/ premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum partu : yaitu bila pembukaan pada primigravida dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (Rustam Mochtar, 1998)
Ketuban pecah dini dikatakan bila terjadi pada waktu persalinan, sedang pembukaan masih kecil (Departemen Kesehatan Republik Indonesia)
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. ( Sarwono Prawirohardjo, 2002)
B.     Penyebab Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena kurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atu oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Penyebab Ketuban Pecah Dini mempunyai dimensi multifaktoral yang dapat dijabarkan sebagai berikut (Manuaba, 1998) :
1.      Serviks inkompeten
2.      Ketgangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion
3.      Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
4.      Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAD, sefalopelvik disproporsi.
5.      Kelainan bawaan dari selaput ketuban
6.      Infeksi yang menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
C.    Patofisiologis
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi.
Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).
High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :
1.      Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
2.      Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
D.    Dasar-Dasar Diagnosa
Diagnosa ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkkan dengan keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau khas, selain keterangan yang disampaikan dapat dilakukan bebrapa pemerikasaan yang menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrozine tes.
Langkah-langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa tetuban pecah dini dilakukan :
1.      Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum, vernik kaseosa, rambut lanugo, atau bila telah terinfeksi berbau.
2.      Pemeriksaan speculum : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servisis dan apakah ada bagian yang sudah pecah.
3.      Menggunakan kertas lakmus : bila menjadi biru (basa) berarti air ketuban, bila menjadi merah (asam) berarti air kemih (urin)
4.      Melakukan pemeriksaan PH forniks pada posterior pada PROM (air Ketuban)
5.      Melakukan pemeriksaan histopatologi air (ketuban)
E.     Pengaruh Ketuban Pecah Dini
1.      Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala infeksi, tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi sebelum gejala pada ibu dirasakan, Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.
2.      Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas) dan peritonits. Ibu Akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi
F.     Penanganan
Konservativ
1.      Rawat di rumah sakit
2.      Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atauban masih  eritromisin bila tak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3.      Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4.      Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5.      Jika usia kehamilan 32-37 minggu , sudah inpartu tidak adainfeksi berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
6.      Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi beri tokolitik dan lakukan induksi
7.      Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)
8.      Pada usia kehamilan 32-34 mingu berikan steroid, untuk memacu kamatangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesithin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
1.      Keamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal SC. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2.      Bila tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, i persalinan diakhiri :
a.       Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b.      Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

No comments:

Post a Comment